Diam Aja, Nggak Usah Dibalas
Salah satu kenikmatan yang kita dapat adalah lidah. Namun kebanyakan orang tidak menggunakan lidahnya dengan baik. Mulai dari omongan kotor, kebohongan bahkan bergunjung. Padahal sesungguhnya lidah diciptakan untuk banyak menyebut asma Allah SWT.
Allah berfirman, “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
Diam adalah sesuatu yang netral. Diam bisa menunjukkan keutamaan atau kebodohan seseorang.
Diam pun bisa menunjukkan perbuatan haram ataupun halal. Intinya, baik buruknya sikap diam sangat dipengaruhi oleh adanya stimulus yang datang pada seseorang (adanya pengkondisian).
Syabib bin Syaibah rahimahullah berkata:
“Siapa yang mendengar sebuah ucapan yang dia benci lalu diam tidak membalas, maka terputuslah darinya apa yang dia benci tersebut, namun jika dia membalasnya maka dia akan mendengar lebih banyak lagi hal-hal yang dia benci.“
Diam adalah pondasi keselamatan dan merupakan sikap penyesalan terhadap berbagai celaan. Oleh karena itu, kewajiban diam ditetapkan oleh syari’ah, perintah, dan larangan. Sedangkan diam pada saat-saat tertentu adalah sifat para pemimpin, sebagaimana ungkapan bahwa bicara pada tempatnya termasuk perilaku yang baik.
Benar kata Rasulullah, sikap diam akan menyelamatkan kita dari kehancuran dan nestapa kehidupan. Bahkan, sikap diam menyiratkan tingkat kedalaman iman kita kepada Allah.
Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR Bukhari & Muslim).
Dalam sebuah pepatah dikatakan barang siapa yang menghendaki selamat, hendaknya ia memelihara lisannya. Perhiasan yang paling baik dan paling indah bagi manusia ialah akhlak yang baik dan sedikit bicara. Sesungguhnya banyak malapetaka yang diakibatkan oleh ulah lisan, dan yang paling terbesar ialah menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَاِ نْ عَا قَبْتُمْ فَعَا قِبُوْا بِمِثْلِ مَا عُوْقِبْتُمْ بِهٖ ۚ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصّٰبِرِيْنَ
"Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 126)
Di zaman modern, ketajaman lisan kadang juga mewujud dalam aktivitas di media sosial melalui status-status yang ditulis. Sudah semestinya, sebagai umat Islam membuat status di media sosial yang tak menyinggung orang lain.
"Hendaklah engkau lebih banyak diam, sebab diam dapat menyingkirkan setan dan menolongmu terhadap urusan agamamu." (HR. Ahmad).
Sesungguhnya sedikit bicara adalah kebaikan bagi yang bersangkutan, dan banyak bicara adalah dibenci. Tidak akan tergelincir orang yang diam, dan tidak ada yang diperoleh orang yang banyak bicara kecuali ketergelinciran.